Gempar ! Bisnis Jual Beli 'Genderuwo' Di Tuban .
Menelisik Bisnis Jual Beli ‘Genderuwo’ Di Desa Besowo - Barangkali judul diatas adalah sesuatu lelucon, tapi begitulah adanya. Tapi bagi masyarakat Tuban mitos ini sudah bukan yang hal asing lagi. Bahkan, luar biasanya mitos ini sudah jauh menembus kota-kota besar. Hingga beberapa media cetak yang bergenre ‘misteri’ mengupasnya dan dijadikan topik utama.
Namanya juga jual beli genderuwo. Tentu saja sangat menyeramkan dan sudah barang tentu ‘pembelinya’ juga sangat terbatas, disamping harus berduit juga harus bernyali kuat. Apalagi, menurut penuturan yang saya peroleh genderuwo hasil pembelian tersebut bisa maujud dalam bentuk aslinya. Bisa geger dan lari terbirit-birit, wong namanya genderuwo merupakan makhluk halus dari bangsa jin dari tingkat terendah, yang pastinya sudah tentu sangat jelek tampangnya.
Untuk menjawab rasa penasaran itu saya bersama dua kawan ingin membuktikan mitos tersebut langsung ke Desa Besowo, Kecamatan Jatirogo, Tuban, Jawa Timur.
Sebuah desa penghasil genderuwo ini dari pusat Kota Tuban kurang lebih 50 KM ke arah barat. sepanjang perjalanan menuju Desa Besowo ini kita akan disuguhi pemandangan hutan jati yang menghampar hijau yang lagi semi-seminya diawal musim penghujan ini.
Saat kami pertama kali masuk ke Desa Besowo ini, kami sempat bertanya pada tukang Ojek di ujung jalan masuk desa. Dan benar juga, mitos tersebut.
Sebelum kami menyebutkan tujuan kami ke Desa Besowo ini, mereka seolah mengerti tujuan kami ke desa tersebut. Katannya, kalau membutuhkan genderuwo bilang saja minta si ‘ireng’ (item) ke pak Carik (sekdes).
Duh, apa tampang saya memang tampang pembeli si item ini ya...
Berbekal kamera poket setelah beberapa kali tanya cukup mudah untuk mencari kediaman pak Carik Desa Besowo ini. Sebuah rumah Joglo yang cukup megah dan masih sangat mengesankan status sosial setempat.
Sampai di rumah pak Carik sudah masuk waktu maghrib, setelah basa-basi sebentar dengan bu carik karena kebetulan pak Carik-nya sedang ada di Jatirogo kami sholat dulu di langgar di sisi timur kediamannya.
Tak sampai setengah jam kami kembali dan pak carik rupanya sudah datang dari Jatirogo. Setelah memberitahukan kedatangan kami pada sosok yang bersahaja ini, Rasmadi (56 th) selain sebagai perangkat desa beliau juga adalah seorang pengusaha persewaan sound system di desa tersebut.
Ini terlihat dari banyaknya sound yang berjajar lumayan banyak di ruang tamunya. Dari pembicaraannya saya menangkap kesan tidak setuju jika desa tersebut diidentikkan dengan mitos yang kurang menyenangkan ini. Besowo adalah desa penghasil genderuwo.
Dia mengakui memang desa ini lebih di kenal sebagai desa penghasil genderuwo. Namun dia enggan kalau disebut sebagai penjual genderuwo. Memang, dia tidak menampik ada banyak tamunya yang datang dari Sumatera, Kalimantan bahkan Jakarta.
Katanya, mereka-mereka ini rata-rata mencari ‘syarat’ untuk menjaga perekebunan mereka atau gudang mereka. Pria ini juga hanya mengaku hanya memberi doa berupa wiridan agar apa yang diinginkan orang yang datang padanya itu dikabulkan Allah.
Meski diakuinya jika Tokoh dukun perantara genderuwo di desanya pada awalnya adalah kakek buyutnya yang bernama Mbah Palu setelah meninggal diwariskan kepada Joyo Usup dan seterusnya pada cucunya.
Ya pak Rasmadi ini, Dia meski mewarisi ilmu menangkap genderuwo dari leluhurnya tapi diakuinya dia bukanlah pengamal murni ilmu-ilmu yang diwarisinya. Dia menggabungkannya dengan ilmu warisan bapaknya itu dengan ilmu yang islami.
“Doa-doa dan wiridan itulah yang harus diamalkan, dikabulkan atau tidak itu urusan Allah” katanya merendah.
Saya katakan merendah, karena pak carik ini selalu mengelak kalau ditannya ditanya tentang penjualan genderuwo. Padahal dari obrolan itu jelas-jelas tamu-tamunya berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Tentu saja mereka datang jauh-jauh saya rasa sengaja untuk berburu genderuwo, karena mitos yang tersohor itu.
Ketika kami desak untuk berkenan menunukkan lokasi dimana habitat genderuwo tersebut dia enggan, susah dijangkau kendaraan. Roda dua sekalipun. Tak kurang 5 Km masuk ke tempat itu.
Bahkan, katannya beberapa saat yang lalu ada satu tim dari televisi nasional sempat mau membuktikan mitos tersebut, membatalkan karena beberapa alat tidak bisa dipergunakan dan ada 2 orang kru yang ‘kesambet”. Semakin menambah penasaran saya..hehehe
Namun, lain pak Rasmadi lain juga dengan sosok yang sempat kami gali keterangannya juga mengaku sebagai perantara genderuwo dan berkenan mengantar kami ke lokasi habitat genderuwo tersebut dan kalau ada kesempatan saya akan tulis pengalaman itu.
Percaya atau tidak semua kembali kepada masing-masing kita. Sengaja saya potong sampai disini karena dalam tulisan saya selanjutnya akan saya tulis pembuktian hunian genderuwo di hutan kalang. Lokasi dimana tempat hunian genderuwo itu berada.. sampai jumpa di tulisan selanjutnya. wassalam...
Namanya juga jual beli genderuwo. Tentu saja sangat menyeramkan dan sudah barang tentu ‘pembelinya’ juga sangat terbatas, disamping harus berduit juga harus bernyali kuat. Apalagi, menurut penuturan yang saya peroleh genderuwo hasil pembelian tersebut bisa maujud dalam bentuk aslinya. Bisa geger dan lari terbirit-birit, wong namanya genderuwo merupakan makhluk halus dari bangsa jin dari tingkat terendah, yang pastinya sudah tentu sangat jelek tampangnya.
Untuk menjawab rasa penasaran itu saya bersama dua kawan ingin membuktikan mitos tersebut langsung ke Desa Besowo, Kecamatan Jatirogo, Tuban, Jawa Timur.
Sebuah desa penghasil genderuwo ini dari pusat Kota Tuban kurang lebih 50 KM ke arah barat. sepanjang perjalanan menuju Desa Besowo ini kita akan disuguhi pemandangan hutan jati yang menghampar hijau yang lagi semi-seminya diawal musim penghujan ini.
Saat kami pertama kali masuk ke Desa Besowo ini, kami sempat bertanya pada tukang Ojek di ujung jalan masuk desa. Dan benar juga, mitos tersebut.
Sebelum kami menyebutkan tujuan kami ke Desa Besowo ini, mereka seolah mengerti tujuan kami ke desa tersebut. Katannya, kalau membutuhkan genderuwo bilang saja minta si ‘ireng’ (item) ke pak Carik (sekdes).
Duh, apa tampang saya memang tampang pembeli si item ini ya...
Berbekal kamera poket setelah beberapa kali tanya cukup mudah untuk mencari kediaman pak Carik Desa Besowo ini. Sebuah rumah Joglo yang cukup megah dan masih sangat mengesankan status sosial setempat.
Sampai di rumah pak Carik sudah masuk waktu maghrib, setelah basa-basi sebentar dengan bu carik karena kebetulan pak Carik-nya sedang ada di Jatirogo kami sholat dulu di langgar di sisi timur kediamannya.
Tak sampai setengah jam kami kembali dan pak carik rupanya sudah datang dari Jatirogo. Setelah memberitahukan kedatangan kami pada sosok yang bersahaja ini, Rasmadi (56 th) selain sebagai perangkat desa beliau juga adalah seorang pengusaha persewaan sound system di desa tersebut.
Ini terlihat dari banyaknya sound yang berjajar lumayan banyak di ruang tamunya. Dari pembicaraannya saya menangkap kesan tidak setuju jika desa tersebut diidentikkan dengan mitos yang kurang menyenangkan ini. Besowo adalah desa penghasil genderuwo.
Dia mengakui memang desa ini lebih di kenal sebagai desa penghasil genderuwo. Namun dia enggan kalau disebut sebagai penjual genderuwo. Memang, dia tidak menampik ada banyak tamunya yang datang dari Sumatera, Kalimantan bahkan Jakarta.
Katanya, mereka-mereka ini rata-rata mencari ‘syarat’ untuk menjaga perekebunan mereka atau gudang mereka. Pria ini juga hanya mengaku hanya memberi doa berupa wiridan agar apa yang diinginkan orang yang datang padanya itu dikabulkan Allah.
Meski diakuinya jika Tokoh dukun perantara genderuwo di desanya pada awalnya adalah kakek buyutnya yang bernama Mbah Palu setelah meninggal diwariskan kepada Joyo Usup dan seterusnya pada cucunya.
Ya pak Rasmadi ini, Dia meski mewarisi ilmu menangkap genderuwo dari leluhurnya tapi diakuinya dia bukanlah pengamal murni ilmu-ilmu yang diwarisinya. Dia menggabungkannya dengan ilmu warisan bapaknya itu dengan ilmu yang islami.
“Doa-doa dan wiridan itulah yang harus diamalkan, dikabulkan atau tidak itu urusan Allah” katanya merendah.
Saya katakan merendah, karena pak carik ini selalu mengelak kalau ditannya ditanya tentang penjualan genderuwo. Padahal dari obrolan itu jelas-jelas tamu-tamunya berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Tentu saja mereka datang jauh-jauh saya rasa sengaja untuk berburu genderuwo, karena mitos yang tersohor itu.
Ketika kami desak untuk berkenan menunukkan lokasi dimana habitat genderuwo tersebut dia enggan, susah dijangkau kendaraan. Roda dua sekalipun. Tak kurang 5 Km masuk ke tempat itu.
Bahkan, katannya beberapa saat yang lalu ada satu tim dari televisi nasional sempat mau membuktikan mitos tersebut, membatalkan karena beberapa alat tidak bisa dipergunakan dan ada 2 orang kru yang ‘kesambet”. Semakin menambah penasaran saya..hehehe
Namun, lain pak Rasmadi lain juga dengan sosok yang sempat kami gali keterangannya juga mengaku sebagai perantara genderuwo dan berkenan mengantar kami ke lokasi habitat genderuwo tersebut dan kalau ada kesempatan saya akan tulis pengalaman itu.
Percaya atau tidak semua kembali kepada masing-masing kita. Sengaja saya potong sampai disini karena dalam tulisan saya selanjutnya akan saya tulis pembuktian hunian genderuwo di hutan kalang. Lokasi dimana tempat hunian genderuwo itu berada.. sampai jumpa di tulisan selanjutnya. wassalam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar